Jumat, 11 September 2015

Riuh-rendah Pesta Demokrasi

Riuh-rendah pesta demokrasi itu semakin nyaring, namun semakin tidak jelas, ke arah mana irama dendang dilagukan. 

Meski seruling dan gendang saling bertalu dan bersahutan, namun lagu syahdu jualah yang terdengar. 


Siul burung dan anggrek yang bertebaran, tidak lagi terdengar merdu dan mempesonakan. Suaranya menjadi kian seperti mantra dan bunga rampai di kuburan. 

Meski riuh gerbong-gerbong kereta dan kapal-kapal api, namun cahayanya redup bak bulan tertelan kabut. Wujudnya tak lagi indah, seringkali lebih mirip seperti keranda orang mati yang menyusuri makam-makam tua yang menjulang tinggi dan tak berpenghuni. 

Pohon-pohon cemara, angsana dan palma, kian terbengkalai, lunglai terkulai dan lelah menunggu mati. Di kejauhan langit dan bahari, bintang selatan tersenyum berseri, kembali membawa dan mendekap sang Dewi, menabur bakti untuk persembahan Ibu Pertiwi..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar