Selasa, 20 Januari 2015

Peranan Penting DPRD antara Stigma Elite dan Distrust Publik


Penulis : UNDRIZON, SH, 
(Praktisi Hukum pada Undrizon, SH And Associates, Jakarta)

KM.Walet Selatan :
Cukup mengusik perhatian publik terkait peranan penting Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di seluruh tanah air. DPRD tidak kunjung mendapat perspektif kesadaran serta kurangnya kepercayaan publik (distrust public) yang kemudian menempatkannya sebagai unsur pemerintahan daerah yang masih perlu diperkuat. Padahal secara simbolik posisinya sangat penting sebagai wakil rakyat di daerah (people representatives) yang berdiri di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaannya menjadi fondasi bagi tegaknya eksistensialitas bangsa Indonesia dalam skema ketatanegaraan.

Kemitraan antara Kepala Daerah sebagai unsur eksekutif terhadap DPRD sebagai unsur legislatif dalam mekanisme check and balances harus berjalan dalam format yang jelas, baik, dan konstruktif serta produktif. Untuk itu, berbagai kejadian disharmoni antara Gubernur Kepala Daerah dengan anggota DPRD harus disikapi secara proporsional. Karena hubungan kelembagaan tersebut tidak bisa saling menjatuhkan dan saling melemahkan. Sehingga dalam konteks seperti itu maka hukum harus menjadi panglima (supremasi hukum) dalam mencari solusi dan alternatif penyelesaian yang baik. Dari berbagai kejadian di pelosok tanah air tentang disharmoni hubungan tersebut bisa terlihat di beberapa daerah, seperti: DKI Jakarta, Garut, Bogor, Sumedang, Maluku, Tual, Banten, kalimantan, Sumatera Selatan, Sulawesi, Papua, dan lain sebagainya.  

Praktis kewibawaan DPRD tengah diuji setelah berbagai perkembangan dinamika politik dalam negeri dari waktu ke waktu. Sebut saja pro kontra dan kontroversi tentang Pengangkatan Gubernur DKI Jakarta di tengah transisi kepemimpinan daerah yang kemudian menimbulkan ekses.

Lebih jauh, penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah Kepala Daerah dan anggota DPRD yang disangka telah melakukan tindak pidana korupsi. Perlimpahan sejumlah urusan dari pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah. Sehingga daerah akan semakin disibukan oleh berbagai masalah terkait dengan tata kelola administrasi pemerintahan. Termasuk soal responsifitas atas berbagai pengaduan karena tergerusnya kepentingan publik oleh kebijakan yang tidak adil, seperti: berbagai bentuk penertiban, perizinan, kerjasama antar daerah, anggaran, legislasi, supremasi hukum, dan seterusnya. Maka itu DPRD harus mampu menjaga rasio kebijakan terhadap kerugian yang berpotensi diderita oleh masyarakat di daerah.
Meskipun demikian, bukannya untuk saling menyalahkan di antara komponen bangsa. Akan tetapi, agar lebih paham atas misi yang ada di balik skema pengaturan sistem Pemilihan Kepala Daerah yang seharusnya kredibel dan benar-benar diperuntukan bagi keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai Pemilihan Kepala Daerah menjadi ajang pemborosan anggaran negara dan daerah, instabilitas keamanan lokal, dan tindakan-tindakan yang menyebabkan daerah-daerah menjadi tidak produktif. Masyarakat jangan sampai terseret-seret oleh kepentingan parsial oleh para elite dalam pusaran perebutan kekuasaan.

DPRD harus mampu menjaga eksistensi dan kewibawaannya. Respons yang dimungkinkan atas berbagai peristiwa politik yang terjadi harus dilakukan dengan baik dan terukur. Tentunya bukan hanya bersikap asal-beda, tetapi DPRD harus mampu memberikan solusi atau pandangan yang konstruktif sebagai bagian dari bentuk pertanggungjawabannya terhadap masyarakat.

Penguatan DPRD harus berjalan searah dengan keberadaan semua stakeholders pemerintahan daerah lainnya. Maka itu, harus tetap menjadi salah-satu komponen penting bagi upaya yang serius dalam mengimbangi fungsi eksekutif di era demokrasi. Hal itu dimaksudkan agar terciptanya keselarasan pada semua lini konstruksi pemerintahan dalam skema hubungan pusat terhadap daerah dan antar pemerintahan daerah. Oleh karenanya, penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan keberadaan DPRD pada hakekatnya sebagai model urusan dalam mewujudkan tujuan nasional yang berbasis lokal. Makanya, kemajuan yang telah dicapai dalam bingkai otonomi daerah perlu diartikan sebagai efek positif dari konsistensi sikap politik nasional untuk memperkuat daerah dengan memaksimalkan tugas, dan fungsi DPRD sebagai fondasi kekuatan budaya dan atau kearifan lokal.

Tentunya untuk konteks perkembangan politik terkini, maka pemikiran seperti di atas menjadi tudingan negatif (stigma) oleh sebagian komponen bangsa. Apalagi kalau melihat konstruksi DPRD dalam mindset politik masa lalu. DPRD ketika itu menjadi perpanjangan tangan Pemerintah Pusat sehingga seringkali bertindak kurang proporsional. Padahal bangsa Indonesia tetap harus hidup menuju masa depan. Sehingga temuan-temuan dalam rancang-bangun kebangsaan dan ketatanegaraan tidak hanya bisa dilihat dalam pespektif waktu yang temporer. Karena persoalannya terletak pada kekuatan antara sistem dan animo politik seketika ada agenda nasional yang urgen dan berkesinambungan. Utamanya tergambar dalam proses suksesi kepemimpinan serta tarik-menarik kepentingan dalam upaya reposisi kekuasaan.

DPRD Pengawal Kebijakan

Namun demikian, kebijakan nasional untuk memperkuat daerah telah diupayakan dengan serangkaian peraturan-perundangan terkait. Dalam hal ini, termasuk UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, dan lain sebagainya. Ciri khusus tentang adanya keseriusan tersebut juga terlihat dengan dengan upaya menyikapi pengembangan wilayah pedesaan dengan lahirnya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan lain sebagainya. Maka itu, Desa hendaknya menjadi fondasi kearifan nasional yang berada di seluruh pelosok tanah air/nusantara yang kemudian akan menguatkan jati-diri bangsa agar tidak tergerus oleh warna-warni kehidupan global yang berimplikasi negatif  terhadap daerah, sehingga perlu adanya antisipasi yang tepat melalui peranan DPRD.

Apabila DPRD kuat maka berbagai bentuk distorsi sosial-kenegaraan dapat dikurangi. Karena itu, dibutuhan kredibilitas, kapasitas, integritas, dan akuntabilitas anggota serta DPRD dalam posisinya sebagai kelembagaan/institusi. Sejurus dengan itu, maka warga masyarakat harus bisa mengawasi peranan dan tugas yang dijalankan oleh DPRD terkait masa depan daerah.

Kebijakan dalam memperkuat sistem pemerintah daerah yang diletakan dalam kapasitas dan kapabilitas DPRD memungkinkan tumbuhnya akar budaya bangsa yang berbasis kearifan lokal. Meskipun demikian adanya, namun tetap diperlukan sikap yang demokratis dalam keterwakilan rakyat daerah di DPRD. Artinya, DPRD yang terpilih harus berpotensi serta mampu menjadi kepemimpinan yang konstruktif, berintegritas, terhindar dari tindak pidana korupsi, oligarkhi kepentingan/kekuasaan, penuh dengan gagasan yang kreatif serta inovatif, dan kemampuan supervisi yang memadai serta sikap kritis dan sensitifitas yang tinggi terhadap berbagai penyimpangan dalam realisasi rencana maupun program strategis pembangunan daerah yang selaras dengan kepentingan nasional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan mengikat. Selain itu DPRD tetap bertanggungjawab untuk menegakan prinsip pemerintahan yang baik (good governance), serta upaya dalam melindungi dan memelihara kearifan budaya lokal dengan segala kompleksitasnya.

Maka itu, harapan masyarakat yang begitu besar jangan sampai sia-sia belaka. Keberadaan dan peranan DPRD di berbagai pelosok tanah air harus dapat memotivasi terwujudnya pembangunan daerah dengan menghargai bekerjanya sistem check and balances. Karena itu, melalui peranan DPRD yang baik tentunya akan dapat mengurangi apriori atasnama keanggotaannya sendiri, serta menepis berbagai sikap dan sudut pandang publik yang sinis (stigmatik) yang kurang proporsional ketika menilai prestasi dan kualitas kerja DPRD.

DPRD harus benar-benar dapat dihandalkan, bekerja keras untuk mewujudkan harapan warga bangsa yang ada di berbagai daerah, dan termasuk mendorong upaya pencapaian dayasaing bangsa. Keberadaan DPRD dari Sabang sampai ke Merauke harus menjadi pasak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang produktif. Sehingga DPRD secara simultan dengan komponen bangsa yang lain harus mewujudkan pembangunan daerah bagi kemakmuran NKRI dengan segala totalitasnya, di tengah gonjang-ganjingnya hubungan internasional.

Keterpilihan Sebagai Wakil Rakyat

Dalam perjalanannya Kepala Daerah memang lebih terlihat berinisiatif dan inovatif, dibanding DPRD. Meskipun demikian, karakteristik DPRD menjadi potret ’musyawarah dan kemufakatan karena keterwakilannya serta karena jumlah dan komposisinya yang lebih banyak dengan bobot politisi dan negarawan’. Maka itu, selanjutnya fungsi pengawasan menjadi penting terhadap perjalanan roda pemerintahan di daerah. Itulah sebabnya maka dibutuhkan anggota DPRD yang memiliki konsistensi sikap, dan bisa menjaga amanat rakyat yang telah diberikan melalui mekanisme Pemilihan Umum Legislatif.

Jangan sampai kreatifitas anggota DPRD menjadi lemah serta lalai ketika harus menyikapi setiap agenda penyusunan berbagai segi substansial dalam Rancangan Peraturan Daerah untuk pembangunan. Seringkali kealfaan sebagian anggota DPRD terjadi dalam rencana realisasi program pembangunan daerah, karena mereka hanya bersikap mengaminkan saja? Tidak santer terdengar suatu respons yang kuat dari beberapa anggota DPRD terkait pembangunan sektor-sektor strategis di daerah bagi kepentingan umum. Oleh karena itu, kemudian timbulnya stigma elite bangsa/publik dan dinamika politik akar rumput (grassroot) karena lemahnya tanggapan positif dari para anggota DPRD atas berbagai persoalan yang mengemuka di tanah air. Untuk itu, perlu diimbangi dengan rasa ketersinggungan dalam arti yang positif, sehingga DPRD dapat menjadi alat kontrol yang dapat dihandalkan dalam perjalanan pemerintahan di daerah-daerah.

Kapasitas anggota DPRD seperti itu diperlukan ketika menyikapi ketegasan tertentu dari komponen eksekutif yang kurang koordinasi, dan terkadang tidak menghargai prinsip check and balances perlu dijawab dengan kebijaksanaan dalam sistem keterwakilan rakyat daerah yang dinamis serta kuat. Kekuatan posisi DPRD menjadi keniscayaan di era demokrasi dan perkembangan politik di daerah-daerah. Maka itu, gebyar persoalan tentang mekanisme Pemilihan Kepala Daerah, mestinya DPRD secara progresif dan penuh inisiatif menjawabnya dalam perspektif keterwakilan rakyat di daerah. Bahkan DPRD perlu membuat pernyataan sikap terhadap hal-hal yang dituduhkan secara tidak proporsional berdasarkan hukum.

Kedepan, tetap diperlukan peranan suatu Assosiasi DPRD Se Indonesia, sebagai bentuk upaya membangun kesatuan komunikasi dan pertukaran informasi (information exchange) antar DPRD di seluruh nusantara. Kesatuan DPRD tersebut diharapkan bisa melahirkan mata-rantai bobot kebijakan-kebijakan lokal atas dasar keterwakilan rakyat di daerah. Sehingga berdasarkan payung hukum (UU Nomor 23 tahun 2014) maka dalam suatucontains exchange, akan memudahkan terjalinnya konektifitas lokal, regional, nasional, dan internasional.

Langkah-langkah dalam membangun trust publik perlu segera dilakukan oleh DPRD. Sehingga stigma atas kinerja DPRD dapat dihindari. Selanjutnya DPRD harus membuktikan kredibilitas dan kapasitasnya. Selanjutnya DPRD dapat mengimbangi posisi eksekutif, Kepala Daerah dalam hubungan kemitraan kerja untuk pembangunan daerah. Utamanya, berfokus pada legislasi, anggaran, dan pengawasan. Termasuk kemampuannya dalam merefleksikan keberadaan DPRD sebagai representasi rakyat yang kemudian akan meminta pertanggungjawaban Pemerintah Daerah, serta berbagai bentuk inisiatif dan usulan-usulan lainnya.

Walaupun, masih terkesan ironis ketika berbagai pihak sedang sibuk mencari solusi terbaik soal pemerintahan daerah dalam mekanisme hubungan antara eksekutif dan legilatif di daerah. Namun kemudian, ada saja peristiwa yang muncul kepermukaan, ketika sejumlah anggota DPRD rame-rame menggadaikan Surat Pengangkatan sebagai Anggota Dewan, untuk memperoleh pinjaman sejumlah uang. Termasuk intensitas kunjungan ke berbagai daerah dalam bentuk studi banding yang kemudian memunculkan sinisme publik, koreksi, dan kritik dari berbagai elemen masyarakat yang mendiskreditkan DPRD.

Maka itu, persoalan Pemilihan Kepala Daerah, dengan trigger isu rendahnya kepercayaan publik dan atau diragukannya integritas DPRD harus dikaji lebih mendalam. Inti persoalannya ialah juga terletak pada rekruitment calon anggota DPRD, serta proses seleksi dan suksesi kepemimpinan daerah dengan pola adu kekuatan (jaringan, uang, kekuasaan, teknologi, media massa, dan lainnya). Makanya, perlu dibangun pola Pilkada sebagai cerminan dari kehidupan yang demokratis dengan ketaatan atas ideologi Pancasila, dan konstitusi UUD 1945. bukanlah suatu mekanisme yang berangkat dari animo kepentingan sesaat atau penggiringan yang bersifat situasional semata.


Keluarnya Perpu Nomor 1 Tahun 2014 juga hampir tidak direspon dengan baik oleh anggota DPRD. Namun kemudian, polemik justeru lebih banyak terjadi di wilayah eksternal peta politik di tanah air. Padahal anggota DPRD harus mampu melindungi kepentingan daerah atas perubahan dengan segala bentuk implikasinya. Pertanyaannya, apakah anggota DPRD tidak memahami perkembangan politik, ataukah memang masih terlarut dalam irama tarik-menarik kepentingan parsial, adanya politiking, lemahnya kapasitas, dan seterusnya?

DPRD harus memulihkan kembali citra dan keberadaannya dalam mengawal efektifitas pembangunan daerah. Konstruksi politik nasional dan daerah melalui peranan DPRD di era demokrasi haruslah kuat. Sekaligus mempersiapkan bekerjanya sistem pemerintahan yang baik dengan kehati-hatian. Sehingga DPRD menjadi ’benteng nusa dan bangsa’ (national main battle) di dalam NKRI, maka itu posisi strategisnya akan membantu dalam mencari berbagai alternatif kebijakan dan upaya-upaya dalam memajukan kehidupan masyarakat di berbagai daerah.


Sinergitas dengan DPRD

Berangkat dari Janji/sumpah anggota DPRD harus maka tetap menjaga dan mempertahankan janji/sumpah yang telah diucapkan. Bahwa akan memenuhi segala kewajiban sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan, juga berjanji bahwa dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, atau golongan. Kemudian, memperjuangkan aspirasi rakyat agar terwujudnya  tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepercayaan publik akan meningkat apabila DPRD mampu menunjukan eksistensinya sesuai hak dan kewajiban menurut hukum dan atau Peraturan Perundangan yang berlaku. Oleh karenanya segala tindakan dan kebijakan yang diambil DPRD sekaligus menjadi bagian integral serta selaras dengan skema kebijakan nasional sesuai dengan Pancasila, Cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 1945, dan UUD 1945. Kemudian, sesuai pula dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagai perubahan atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004. Di dalam Pasal 1, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Sementara itu, Kepala Daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama, mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk Kuasa Hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengusulkan pengangkatan Wakil Kepala Daerah.

Selanjutnya, Kepala Daerah melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah berwenang mengajukan rancangan Perda, menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD yang dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sementara itu, mengenai pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diumumkan oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri terkait.

Dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Dalam hal Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

Dalam hal DPRD menyetujui penggunaan Hak Angket, DPRD membentuk Panitia Khusus untuk melakukan penyelidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam hal ditemukan bukti bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah melakukan tindak pidana, DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Untuk memantapkan fungsi, tugas, dan kewenangannya itu, maka Anggota DPRD dilengkapi dengan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Sedangkan untuk menunjang operasional kerjanya maka DPRD berhak mengajukan rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler, dan keuangan dan administratif. Anggota DPRD berkewajiban untuk memegangteguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.

Distrust Publik terhadap DPRD

Orientasi yang utama bagi DPRD tentunya berjuang untuk meningkatan kesejahteraan rakyat, menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Menaati tata-tertib dan kode etik, menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen (rakyat) melalui kunjungan kerja secara berkala dan terencana. Menampung dan menindaklanjuti segala warna aspirasi dan pengaduan masyarakat, dan memberikan pertanggungjawaban secara moral maupun politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Sesungguhnya bangsa Indonesia kini, tengah berjalan di atas proses pematangan kehidupan demokrasi. Namun demikian, prasyarat keterwakilan (representatives) tidak kunjung mampu membangun trust (kepercayaan) kepada publik. Bahkan, lebih-jauh harus ada trust dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila itu terjadi maka siapapun anak bangsa yang akan menjadi pemimpin di negeri ini tidak akan terjungkal hanya karena isu Ras, Agama, Suku, dan Golongan tertentu. Indonesia memang hampir selalu terjebak dalam distrust kepemimpinan dari masa ke masa.

Hal itu terjadi karena belum matangnya pemahaman kehidupan demokrasi. Sehingga selalu kepemimpinan yang muncul akan berhadapan dengan model: ’panjat-pinang’, ’genjot becak’, ’belah-bambu’, ’lompat-katak’, dan lain sebagainya. Untuk meminimalkan kondisi itu, maka trust publik harus senantiasa dibangun sehingga terbinannya hubungan kekuasaan di bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tentunya, perlu diimbangi pula dengan transparansi dengan sikap serta pola pikir yang sama-sama berorientasi hanya demi kepentingan nasional (kepentingan bangsa dan negara), bukan untuk kepentingan parsial lainnya.  

Persoalan rendahnya kepercayaan publik (public distrust) atas kepemimpinan daerah menjadi hal yang paling krusial dan kronis. Itulah sebabnya, ketika memperhatikan progresifitas pengaturan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, meskipun substansi pengaturannya masih agak rigit, tetapi tiada pilihan lain (No Choice), bahwa DPRD harus menjadi ’Benteng Nusa dan Bangsa’ yang mampu mengawal segala persoalan mendasar yang timbul di berbagai daerah. Benteng itu akan roboh manakala DPRD tidak mampu berperan secara maksimal dalam mewakili kepentingan publik di daerahnya masing-masing dengan kekuatan visi, penguasaan serta pemetaan masalah, berintegritas, solidaritas sesama anggota, dan lain sebagainya. DPRD yang mampu menjaga keutuhan, modernitas kehidupan, martabat, transformasi budaya, dan produktifitas.  

Dalam perspektif UU Pemerintah Daerah, maka segala bentuk perubahan kebijakan atas Pemerintahan Daerah tetap ditujukan untuk mendorong agar lebih terciptanya dayaguna dan hasilguna atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam menyejahterakan masyarakat, baik melalui peningkatan pelayanan publik (public services) maupun melalui peningkatan dayasaing Daerah (regional competitivenss). Perubahan ini bertujuan untuk memacu sinergitas dalam berbagai aspek tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terhadap Pemerintah Pusat. Sebab, daerah akan menjadi tujuan investasi, yang bergerak dengan irama kepentingan profit-oriented maka keadilan hukum harus selalu hadir di tengah masyarakat. Jangan hanya sikap pro dan kontra muncul hanya untuk urusan yang kecil-kecil saja, tetapi ketahanan daerah sebagai bagian dari ketahanan nasional harus berdiri tegak di atas kepentingan lainnya.

Di pundak DPRD masyarakat telah meletakan harapannya yang besar dan luas, maka dengan keyakinan itu pula sehingga semangat mereka menyala penuh keyakinan untuk menatap masa depan dan berkreasi serta berinovasi di atas aset maupun kekayaan nasional yang ada pada bumi, air, udara, dan kekayaan daerah tersebut untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bangsa, dan negara. (ArtMbojo)
 Sumber; theglobal-review.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar