Peta Sebaran Daerah Tertinggal |
Di
negara-begara maju kerjasama antar daerah menjadi kebutuhan fundamental dalam
mengatasi permasalahan internal daerah seperti masalah perbatasan daerah,
pengelolaan kawasan dan lingkungan, keamanan bersama, pengelolaan air, produk
unggulan, pemasaran produk unggulan daerah bersama, mengatasi kebakaran dan
sebagainya.
Dalam
membangun kerjasama antar daerah tersebut, dibutuhkan flatform dan istrumen
komunikasi dan kerjasama efektif. Salah satu konsep kerjasama yang telah teruji
di negara maju dan telah dipraktekan di dalam negeri adalah konsep Regional
Management.
Urgensi
Kerjasama Daerah
Sejalan
berlakukan otonomi daerah, pola penyelenggaraan pemerintahan berubah dari pola
Sentralistik menjadi pola Desentralistik. Konsekwensi logis terhadap
pembangunan daerah adalah pemerintah daerah memiliki ruang gerak yang sangat
luas dalam menyelenggarakan pembangunannya atas dasar prakasa kreativitas dan
peran aktif dalam mengembangkan dan mengajukan daerahnya, salah satu strategi
untuk mendorong percepatan pembangunan adalah pengembangan regionalisasi
desentralistik sebagai suatu istrumen dalam mempercepat pembangunan daerah
tertinggal.
Pemanfatan
Regionalisasi desentralik ini dipicu oleh faktor kebutuhan daerah tertinggal
dalam rangka mensinergikan potensi dan program pembangunan dalam konteks
kawasan/wilayah, dimana daerah paling bergantung dan saling membutuhkan
melakukan upaya mengatasi keterbatasan sumber daya lokal.
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa
setiap daerah dapat melakukan kerjasama antar daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, kemudian dengan keluarganya Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah, Kebijakan ini memberi
arah dan peluang kepada Pemerintah Daerah mengembangkan bekerjasama antar
pemerintah daerah mengembangkan segala potensi unggulan dan sumber daya yang
dimiliki daerah untuk dapat dikelola bersama dan bersinergi.
Kerjasama
antar daerah yang bersinergi dibutuhkan dengan pertimbangan pertama, semakin berkembangnya keterbatasan potensi lokal,
keterbatasan kemampuan Pemda dan pendapatan daerah maka daerah tertinggal perlu
mennggalang kekuatan secara bersama-sama guna mengatasi kelemahan lokal. Kedua, perlu membangun wadah komunikasi/forum yang menunjang
perencanaan partisipasi sesuai semangat otonomi daerah. Ketiga, terbukanya peluang Pemda untuk memperoleh keuntungan baik
financial maupun non finansial, karena adanya faktor kebersamaan. Keempat,
timbulnya kesadaran bahwa kerjasama antar daerah memperbesar peluang
keberhasilan pembangunan daerah tertinggal.
Peluang Daerah Tertinggal
Dalam RPJMN
2010 – 2014 menyatakan bahwa masih tingginya tingkat kesenjangan pembangunan
antar wilayah, belum optimal perkembangan kawasan pertumbuhan yang diharapkan
menjadi penggerak daerah tertinggal dan kawasa perbatasan, ini menunjukan belum
adanya keterkaitan dan intergrasi ekonomi wilayah dalam system pengembangan
wilayah.
Apabila kita
cermati dari 183 kabupaten tertinggal, diantaranya yang masuk kategori
kawasan/strategis adalah 14 kabupaten daerah tertinggal masuk di kawasan pengembangan
ekonomi terpadu, 20 kabupaten daerah tertinggal masuk dalam kawasan perbatasan
dan 15 kabupaten daerah tertinggal masuk dalam Kawasan Strategis Nasional,
namun belum signifikasi memberikan dampak perkembangan bagi wilayah/daerah
tertinggal maupun kawasan perbatasan.
Pusat-pusat
pertumbuhan tersebut tidak bisa berdiri sendiri harus terkoneksi dengan
pembangunan daerah teringgal dalam suatu system pengembangan wilayah yang
sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi ditekankan
pada pertimbangan keterkaitan mata rantai Proses Industri dan Distribusi, oleh
karena itu pentingnya mendorong regionalisasi melalui Kerjasama antar Daerah
yang saling menguntungkan.
Selama ini
ada enam Regional Management yang sudah terbentuk dan di fasilitasi oleh
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, pertama, Regional Management AKSESS,
meliputi lima kabupaten yaitu Bulukumbu, Selayar, Sinjai, Jeneponto, Bantaeng
dengan core business jagung dan rumput laut.
Kedua,
Regional Management Jonjok Batur meliputi tiga kabupaten : Lombok Barat, Lombok
Timur, dan Lombok Tengah dengan core business : jagung dan tembakau. Ketiga,
Regional Management JangHiang Bang meliputi tiga kabupaten yaitu Kapahiang,
Rejang Lebong dan Lebong, core
business: perikanan dan pariwisata. Keempat, Regional Management
Lake Toba meliputi tujuh kabupaten Samosir, Dairi, Fak-Fak Barat, Karo. P.
Siantar, Tobasa, Humbahas, Tapanuli dengan core business : pariwisata.
Kelima,
Regional Management Kaukus Setara Kuat meliputi tiga propinsi, lima kabupaten
yaitu Kaur, Bengkulu
Selatan dan Bengkulu Utara (Propinsi Bengkulu), OKU Selatan
(Propinsi Sumsel dan Lampung Barat, Propinsi Lampung dengan care business
pariwisata, perikanan. Keenam, Regional management Pulau Sumbawa meliputi lima
kabupaten yaitu: Bima, Kota Bima, Dompu, Sumbawa dan Sumbawa Barat dengan care
business pengembangan sapi.
Lembaga
Regional Management yang telah terbentuk tersebut diharapkan dapat berperan
sebagai interfase untuk berbagai inisiasi dan berbagai program baik lintas
sector, Lintas Wilayah maupun para pelaku pembangunan terkait baik pemerintah,
swasta maupun masyarakat.
Dalam praktek
beberapa Regional Management sebagai flatform, perencanaan bersama antar daerah
dalam mengatasi pembangunan Infrastruktur bersama seperti contoh pembangunan
Lapangan Udara dan Jalan Lingkar telah dilakukan oleh Lake Toba Regional
Management dan Jonjok Batur Regional Management.
Dengan
demikian, pentingnya mendorong kerjasama antar daerah melalui pengelolaan
Regional Management sebagai suatu wadah perencanaan bersam yang mengedepankan
komunikasi, koordinasi dan kerjasama untuk mengatasi kesenjangan pembangunan
daerah tertinggal dan daerah tertinggal maju bersama dengan daerah maju.
(Akbar.Mbojo)
Sumber : http://www.kemendesa.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar