Riuh-rendah pesta demokrasi itu semakin nyaring, namun semakin tidak
jelas, ke arah mana irama dendang dilagukan.
Meski seruling dan gendang
saling bertalu dan bersahutan, namun lagu syahdu jualah yang terdengar.
Siul burung dan anggrek yang bertebaran, tidak lagi terdengar merdu dan
mempesonakan. Suaranya menjadi kian seperti mantra dan bunga rampai di
kuburan.
Meski riuh gerbong-gerbong kereta dan kapal-kapal api, namun
cahayanya redup bak bulan tertelan kabut. Wujudnya tak lagi indah,
seringkali lebih mirip seperti keranda orang mati yang menyusuri
makam-makam tua yang menjulang tinggi dan tak berpenghuni.
Pohon-pohon
cemara, angsana dan palma, kian terbengkalai, lunglai terkulai dan lelah
menunggu mati. Di kejauhan langit dan bahari, bintang selatan tersenyum
berseri, kembali membawa dan mendekap sang Dewi, menabur bakti untuk
persembahan Ibu Pertiwi..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar