Sebagai suatu gagasan dan gerakan, tentu saja Muhammadiyah
ingin menyumbang secara internasional dan memperkenalkan diri ikut aktif
memberikan solusi bagi dunia Islam yang sekarang tercabik-cabik. Blueprint
perjalanan Muhammadiyah ke pentas internasional itu perlu dipikirkan supaya
tidak asal jalan. Harus dibuat peta jalan yang bisa atau memungkinkan untuk dilaksanakan.
Kiai Dahlan dan para pendahulu mendirikan Muhammadiyah, di
samping melihat umat yang hidup dalam kejumudan, karena melihat kuatnya mazhab-mazhab
yang diikuti dengan membabi buta (taqlid). Dengan mengambil nama
Muhammadiyah, para pendahulu membebaskan diri dari keterikatan dengan suatu mazhab.
Nabi Muhammad SAW mewariskan sesuatu yang sangat luas. Di
luar masalah akidah, hampir dalam setiap masalah terdapat variasi dan keluasan.
Hal itu tampak dalam berbagai hadis yang satu sama lain bisa dikonstruksi
menjadi mazhab fikih yang berbeda. Alquran juga sangat luas bisa mewadahi
berbagai penafsiran yang tiada habisnya.
Dengan mengambil posisi tidak bermazhab, Muhammadiyah
kembali pada keluasan Islam. Muhammadiyah adalah tenda besar, keragaman dalam
keseragaman dan keseragaman dalam keragaman. Yang dimaksud keseragaman adalah
nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, martabat, kemanusiaan, dan sebagainya.
Sedangkan keragaman adalah fikih, metode, dan pemikiran.
Muhammadiyah tidak berwarna secara mazhabi, tetapi mempunyai
warna dalam nilai luhur dan universal. Karakteristik itu membuat wujud
internasionalisasi Muhammadiyah berbeda. Misalnya, dengan HTI, Jamaah Tabligh,
Ikhwanul Muslimin, Ahmadiyah, dan gerakan internasional lain. Muhammadiyah
mengidentifikasi diri dengan Islam itu sendiri, bukan sekte. Keprihatinannya
pada masalah internasional tidak terikat oleh sekte, tetapi nasib umat Islam
semua seperti Palestina, Timur Tengah, Afrika Utara, Rohingnya, dan dunia Islam
lain.
Sebagai gerakan Islam modern tidak bermazhab, energi
Muhammadiyah tidak henti mengalir, mencermati, mewacanakan, bahkan bertindak
dalam hubungan internasional, baik politik, ekonomi, maupun budaya. Dalam
bidang politik, ekonomi, dan budaya, Muhammadiyah selalu mengambil posisi
tertentu dalam menyikapi ketidakadilan yang umumnya terjadi antara dunia Barat
dan sisanya.
Masih berkaitan dengan globalisasi atau internasionalisasi,
Muhammadiyah mempunyai standing position tertentu. Misalnya, terhadap
modal asing yang berpotensi merugikan rakyat Indonesia. Dalam wacana
internasionalisasi, bukan saja kita pergi menjadi tamu di dunia internasional,
tetapi juga ketika menjadi tuan rumah. Muhammadiyah paling aktif berwacana dan
bahkan menggugat kekuatan modal asing, terutama yang merusak lingkungan atau
memiliki skema perjanjian yang kurang adil. Terhadap modal asing yang membawa
kemajuan, memberikan pekerjaan rakyat, serta membawa perubahan manajemen dan
teknologi, Muhammadiyah sangat welcome.
Internasionalisasi Muhammadiyah dimulai ketika Kiai Dahlan
pergi haji dan belajar di Makkah serta Madinah. Beliau membawa pandangan baru
tentang Islam dan kemajuan, khususnya dari Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan
Jamaluddin Al Afghan. Penerimaan terhadap kemajuan yang dalam kenyataannya
diciptakan Barat terus dikembangkan Muhammadiyah. Dimulai dengan mengadopsi
sistem belajar sekolah Belanda yang berbeda dengan sistem pesantren saat itu.
Muhammadiyah tidak alergi terhadap Barat dan kemajuannya, bersedia
berinteraksi, mengirim dosen-dosennya belajar di sana, serta menjalin berbagai
kerja sama.
Peta Jalan Menuju Internasionalisasi
Dalam keagamaan, Muhammadiyah lewat PPM menjadi peserta
aktif dalam dialog antaragama (interfaith dialogue) dan beberapa kali
menjadi tuan rumah. Kegiatan itu perlu dilanjutkan pada masa depan.
Dalam menghadapi kemelut di Timur Tengah, Muhammadiyah bisa berandil
dalam mencegah masuknya paham kekerasan ke dalam negeri. Sebagai gerakan Islam
modern yang memiliki banyak sekolah, Muhammadiyah tidak mengajarkan kekerasan
sebagai penyelesaian masalah.
Kemelut Timur Tengah akhir-akhir ini bersumber dari masalah
yang kompleks. Misalnya, ketidakadilan karena sistem yang tidak memungkinkan
rakyat bertransformasi menembus batas vertikal. Hal itu berbeda dengan negara
Islam demokratis seperti Indonesia dan Turki. Ketidakadilan yang membuat rakyat
tertekan dibumbui teologi yang berkembang, terutama perbedaan Sunni-Syiah, dan
dikemas begitu mendalam.
Internasionalisasi dalam pengertian pembukaan cabang
Muhammadiyah di luar negeri ternyata berjalan sesuai atau dibawa mahasiswa
studi di luar negeri. Para mukimin dan pekerja Indonesia melanjutkan dengan membuka
cabang khusus.
Negara ini umumnya sudah sangat maju dalam hal teknologi dan
ekonomi. Bila di Indonesia Muhammadiyah juga berperan memajukan sekolah dan teknologi
yang berujung ekonomi atau industri, di negara maju, peran Muhammadiyah menjadi
penyeimbang, pengingat akan adanya Tuhan.
Industri makanan selalu menyertai setiap langkah
internasionalisasi. Umat Islam termasuk rewel dalam hal makanan, terutama soal larangan
makan babi dan minuman beralkohol serta binatang yang tidak disembelih dengan bacaan
bismillah. Teologi yang berkembang di sekitar itu bervariasi. Ada yang
membolehkan makan daging yang disembelih dengan cara nonislam, terutama Nasrani
dan Yahudi. Ada pula yang tetap mengharamkan.
Akibatnya, muncul halal food di hampir semua kota penting
di dunia. Halal food memberikan setitik dakwah di tengah hiruk pikuk
kota modern bahwa Tuhan masih ada dalam peradaban semaju apa pun.
Di Amerika, terdapat seorang senator yang disumpah di bawah Alquran.
Di Prancis, Inggris, dan Jerman, komunitas Islam merupakan pemilih potensial.
Sebab, di tengah merosotnya partisipasi dalam pemilu, umat Islam bisa memainkan
peran yang dilirik politisi. Segmen ini merupakan peta jalan yang juga harus dicermati
anggota atau simpatisan Muhammadiyah sebagai gerakan nonsekte atau gerakan yang
menerima Islam apa adanya.
Menurunnya penduduk di negara maju dan Jepang serta Korea,
sedangkan Indonesia mengekspor TKI yang berpotensi menetap di negara-negara itu,
juga merupakan peta jalan yang perlu dicermati. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar