Sungguh hal sangat ironis jika
kita berbicara atau membincang tentang asal usul daerah Bima sekarang yang
katanya dahulu di kenal dengan Dana Mbojo asal kata sejarahnya. Bahkan masih banyak
lagi kata yang terucap dari para sejarawan Bima, bahwa Bima lahir dari
kata-kata simbolik yang mengandung makna baik secara filosofis maupun secara gramatikal.
Hiruk pikuknya kehidupan
masyarakat kota Bima maupun Kabupaten Bima tidak lepas dari cengkraman kemajuan
ilmu dan tehnologi yang semakin lama semakin berkembang untuk mempermudah
kehidupan masyarakat. Sekaligus mengikis tata nilai budaya original sosial
kemasyarakatan menuju modernisme yang tak terkendali. Mengingkari modernisasi
sama saja melupakan jati diri manusia yang pada hakikatnya sebagai mahluk yang
terus dimanis atau bisa di bilang berubah, bukan hanya tiap tahun, bulan, Atau
minggu bahkan tiap menit cara pandang serta cara berpikir manusia terus
mengalamai kemajuan.
Bima yang dari sejak zaman ncuhi
hingga zaman kesultan sekaligus menjadi titik awal lahirnya islam sebagai
landasan hidup masyarakat Bima mulai dari keluarga sultan lebih-lebih
rakyatnya, dan kadang bima juga di sebut sebagai “serambi mekah” ke dua dari
aceh , dimana wajah asli Bima yang alamiah penuh dengan religiulitas kini
sangat kontars dan justru jauh dari nilai-nilai islam. Dulu ba’da magrib hingga
menjelang tengah malam lantunan Ayat suci Al-qur’an terdengar di setiap
rumah-rumah, apalagi di Masjid-masjid tapi sekarang berganti music-musik
rock,pop.punk dandut serta macam lagi aliran music lainya. Dan Kefatalan
generasi adalah ketika sejarah ditoreh secara tidak gamblang dan disadur dengan
tidak apa adanya. Lebih ironi lagi ketika sejarah tersebut diungkap secara
tidak transparan dan ditutup-tutupi keberadaannya. tentang Dana Mbojo (Bima)
yang berakibat identitas kita tidak pernah jelas terukir seperti apa budaya
Bima itu yang sebenarnya.
Melunjaknya arus urbanisasi
memiliki makna tersendiri dalam menyumbang pergeseran perilaku manusia sekaligus
sebagai perwujudan eksitensi terhadap kelas sosial masyarakat, menjadikan
materialisme sebagai hal yang paling subtantif dalam melihat segala aspek hidup
hingga wujud teologis pudar seiring
masjid-masjid di isi oleh generasi tua yang tinggal menunggu ajalnya
dalam tempo dekat. Bukan suatu tanpa makna melainkan terkandung dan mengisi
lorong-lorong waktu kehidupan masyarakat bima.
Kota bima sebagai sentral
kemajuan yang dalam setiap sudutnya terdapat tempat-tempat untuk orang meraih kesenangan demi mengisi ruang hampa
dalam jiwa yang kadang redup lantaran kesibukan aktifitas hidup. dan perubahan
social masyarakat yang mengarah kepada kebaikan terus berjalan tetapi jangan
lupa baik lawanya buruk, jadi orok keburukan sejarah hidup anak manusia tetap
hadir sebagai bagian pembanding. Wilayah-wilayah yang berada dalam cakupan
kabupaten Bima, jangan di bilang betapa tidak siapnya mengahadapi modernisme,
menjadikan reaksi terhadap moderen justru ofer eksen oleh kalangan muda sampai
dengan yang kaum tua, contoh filem-filem yang bernuansa romantisme yang berasal
dari Indonesia,korea,india bukan lagi kalangan muda yang mengandruginya
kebanyakan generasi umur 45-50 tahunlah yang menyukai adegan-adegan artis-artis
cantik dan ganteng yang di tayangkan disiaran televisi. Istilah weternisasi
merupakan interprestasi utuh modernis. Jika kelakuan masyarakat bima
mencerminkan lebih memilih nilai yang hadir dari barat dari pada nilai budaya
timur yakni budaya sendiri.
Dr kartono kartini dalam bukunya
“Patalogi sosial” mengambarkan bagaimanakah munculnya penyakit social itu , serta
apa yang menyebabkanya dan muncul istilah “Deviasi Sosial” (peyimpangan
social). Yang di gambarkan oleh penulis di atas merupakan bentuk lain dari
budaya masyarakat yang agamais bergeser budaya masyarakat bima yang oportunis,
hedonis dan apatis terhadap persoalan sesama. Bukti tidak terbantahkan sekarang
dimana-mana pemuda-pemuda kita telah banyak terlibat perkelahian antar kampung
hanya persolan sepele., narkoba,pelacuran,obat-obatan,suntik-suntikan,aborsi,
pernikahan usia dini dan semua hanya mengejar beberapa istilah kata yakni ”Gaul,
keren, hebat, tidak ketinggalan zaman ”banyak lagi istilah lainya.
Harus ada usaha bersama untuk Perubahan sosial masyarakat bima, adalah
mimpi yang ingin diwujudkan oleh elemen pemuda , mahasiswa, pengusaha, lebih-lebih
pemerintah. Setiap diantara kita sebagai Elemen terlebih lagi institusi resmi membutuhkan paradigma, analisa, dan konstruksi
berpikir sosial , maka yang paling
penting yang harus di miliki oleh para penggerak perubahan sosial adalah memikirkan tentang pergeseran
makna realitas sosial sehingga harus memiliki spirit untuk perubahan sosial
budaya masyarakat Bima. Menurut salah satu tokoh Bima kelahiran Ngali kanda Fajlurrahman Jurdi, dalam Bukunya ” Oposisi lintas
Kelas” Ada beberapa hal dalam melakukan perubahan sosial, yakni lebih dini melihat realitas
sosial. Realitas sosial merupakan hal yang pertama sekali dalam perubahan. Karena berangkat dari realitas
inilah semua persoalan mampu di petakan atau di Swot . Tanpa melakukan analisa
terhadap realitas sosial, kita akan kehilangan identitas sosial, kehilangan
arah dan tujuan sekaligus dalam melakukan gerakan perubahan.
Karena gerakan apapun
yang kita bangun dan desain, harus berangkat dari realitas apa yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat. Paradigma ini menjadi sangat penting untuk
dibangun, dimaknai dan diapresiasi demi melihat sebuah perubahan yang responsif
dan partisipatif. lalu tindakan sosial.
Manusia melakukan aktivitas dan bertindak tentu akan melahirkan perubahan,
entah dia sadar atau tidak bahwa tindakan sosial yang dilakukannya akan melahirkan perubahan.
Oleh sebab itulah, bahwa setiap tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia
tentu membawa perubahan baik itu dalam skala besar maupun kecil. Sehingga
setiap perubahan yang terjadi adalah merupakan implikasi dari tindakan sosial
yang dilakukan oleh manusia itu sendiri – dan itu kembali memperkuat bahwa
realitas sosial manusia adalah bagian
dari perubahan.
Sebagai makluk yang berfikir selanjutnya ide baru yang muncul sebagai
determinisme dari teori yang ada. Ini merupakan bagian dari landasan perubahan
sosial. Ide, merupakan gagasan-gagasan yang mendekonstuksi ide yang telah ada
atau sebagai antitesa dari konsep yang telah mapan, sehingga konsep yang ada
tadi mengalami perubahan, bukan hanya secara konseptual tetapi juga paradigma
konsep itu bergeser. Jadi dalam melakukan perubahan itu perlu ada ide – dimana
ide itu lahir sebagai antitesa dari ide yang ada. Tanpa adanya ide gagasan yang
muncul tiap diri para intelektual tersadarkan atau intelektual organik dalam
istilah Antonio gramsi perubahan struktur budaya sosial merupakan mimpi di
siang bolong .
Proses dependensia, yaitu ketergantungan antara
berbagai pihak yang menyebabkan pihak yang tergantung itu harus mengikuti
keinginan pihak yang menggantungnya. Artinya saling memiliki antara satu dengan
yang lain tanpa menbeda –bedakan clas sosial ataupun kaya dan miskin. kita
secara praktis bisa berfikir, karena ketegantungan ini menyebabkan pihak yang
tergantung harus ikut pada pola, struktur – minimal meniru – pihak yang
menggantungnya terlebih lagi misalnya orang yang membuat ketergantungan itu
adalah para Alim Ulama yakinlah jiwa materialis berganti wujud kolektif
agamais. Dan yang terakhir agar mencapai
cita-cita jalan yang lurus dan akhirnya menjadi masyarakat bima yang diridhoi Allah
SWT, adalah
dialektika fakta sosial. Sebagaimana yang penulis ajukan diatas, bahwa dialektika
berpotensi melahirkan perubahan sosial. Bahkan melalui dialektika-lah perubahan
itu akan besar kemungkinan terjadi. Apa yang terjadi dalam rentang sejarah
kemanusiaan, perubahan senantiasa terjadi akibat proses dialektika seperti yang
dipahami kaum markisme.
Dialektika berarti
komunikasi yang benuh dengan pesan rasional, iman dan takwa berlandaskan dalil
nakli ataupun akli pada uijungnya perubahan kehidupan sosial budaya masyarakat
bima yang menyimpang pada identitasnya tidak lagi menjadi borok yang terus di
perdebatkan tanpa solusi atau jalan keluarnya.perlu kesadaran kolektif kita
bersama melihat, mendengar, menganalisis dan menyimpulkan langkah-langkah kongkrit supaya timbul inisiatif perubahan
individu, organisasi maupun institusi negara (Pemkot dan Pemda) tidak hanya di
gerakkan oleh segelintir orang, seperti dilukiskan para pepatah ”Ringan sama di jinjing berat sama di pikul”.
Memikul bersama beban sosial akan jauh lebih cepat mengalami perubahan deviasi
sosial yang sudah tertanam pada sebagian masyarakat Bima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar