BY. KISMAN 2000
KM. Walet Selatan
OTONOMI dimaknai sebagai suatu pelimpahan,penyerahan
dan atau pendelegasian sebahagian Kewenangan. Sedangkan Otonomi Daerah adalah suatu pelimpahan sebahagian kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah. Sehingga pemerintah daerah berhak
menjalankan kewenangannya untuk mengatur rumah tangga daerah sesuai hak
otoritas yang diberikan melalui ketentuan UU No.22 Tahun 1999 yang telah
disempurnakan ke dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang terakhir di rubah menjadi UU No. 1 Tahun
2015 masih mengatur hal yang sama yakni “Otonomi
Daerah”.
Hak Otonom
Daerah yang didelegasi melalui ketentuan tersebut merupakan bentuk perwujudan
komitmen politik antara pemerintah pusat dan daerah yang terbangun secara
massif akibat dari refleksi kondisi bangsa yang melatar- belakanginya, seperti
terciptanya kondisi ketimpangan pembangunan , kekuasaan yang otoriter, penanganan
masalah yang represif dan lainya bersifat SENTRALISTIK, untuk menjawab atas
kondisi tersebut muncul semangat kolektif melakukan perubahan (REFORMASI)
sebagai upaya bersama untuk melakukan penataan ulang atas kondisi yang tidak
relefan dengan dinamika yang ada, sehingga Undang-undang Otonomi Daerah
merupakan salah satu dari produk dari era Refomasi dengan menawarkan pola
DESENTRALISASI dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam
pandangan lain Otonomi Daerah juga dimaknai bentuk solusi alternative sebagai
perekat hubungan antara pusat dengan daerah dari ancaman Disintegrasi bangsa
dan bahkan tidak sedikit mencoba mencurigai bahwa Otonomi tersebut merupakan
bentuk cuci tangan pihak pusat terhadap nasib daerah setelah sebagaian besar
hasil kekayaan/potensi daerah tersedot kepusat, lebih khusus pada kurun waktu
32 tahun dinasti Suharto (era orde baru).
Semangat
otonomi secara terus menerus bergelora, namun seiring perkembangannya muncul
berbagai persoalan baik akibat dari kelambatan pelaksanaan amanat otonomi,
keraguan atas efektifitas otonomi dan masih adanya kerinduan atas masa
romantisme orde baru oleh sebagian elemen serta adanya upaya menciderai
komitmen dan prinsip satu kesatuan dengan mencoba melakukan pemisahan dari
dalam bingkai NKRI. Efektifitas pelaksanaan system otonomi daerah secara
terus-menerus diukur melalui berbagai kegiatan pembangunan dalam bidang yang
telah menjadi bagian yang didelegasikan, maka penyusunan dan pelaksanaan
kegiatan pembangunan dengan menerapkan POLA INTEGRASI.
Upaya
akselerasi pembangunan disegala bidang menjadi bagian yang konsern pemerintah
melaksanakannya secara ideal termasuk mendesain pola, system dan sistim
kegiatan pembangunan serta pembagian peran secara proporsional. Merubah
paradigma, menentukan skala perioritas dan orientasi pembangunan yang berkelanjutan
menjadi bentuk formula pembangunan yang diterapkan sekarang. Ruang keterlibatan
masyarakat diberi porsi yang cukup sebagai bentuk pelaksanaan pembangunan
partisipatif dengan mengembangkan pemberdayaan sebagai ruh kegiatan pembangunan
dengan maksud penempatan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan
sekaligus member jawaban atas kehendak merubah paradigma bahwa masyarkat tidak
saja sebagai obyek pembangunan, tetapi penempatan masyarakat selain sebagai
obyek sekaligus sebagai subyek pembangunan.
Pola
peng-integrasi-an dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan menjadi bagian
opsi yang dipilih untuk diterapkan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
pengawasan dan pemanfatan serta pemeliharaan pembangunan dengan kolaborasi antara
pemerintah bersama rakyat menjalankannya. Maka pemahaman tentang otonomi daerah
harus berbasis pada Desa sehingga pelaksanaan tahapan kegiatan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah berkolaborasi dengan masyarakat baik dalam bentuk
kegiatan pembangunan Reguler dari pemerintah ataupun kegiatan pembangunan
pemberdayaan/partisipasi dari masyarakat, sehingga kerangka acuan kegiatan
pembangunan tersebut perlu dibuat dalam/disusun dalam dokumen kegiatan berupa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)
Desain
pembangunan perlu disusun secara sistimatis dan terarah di dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) pada masing-masing Desa
dengan membagi dalam tahapan kegiatan Pembangunan jangka Pendek, jangka
Menengah dan jangka Panjang. Fungsi RPJMDes sangat penting dibutuhkan karena
keberadaannya sebagai panduan dalam menetapkan dan melaksanakan kegiatan
pembangunan Desa, juga sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan yang telah
dikerjakan maupun yang belum dikerjakan,
baik dalam bentuk kegiatan program pembangunan regular pemerintah maupun
kegiatan program pemberdayaan lainnya termasuk PNPM-MP. Model rencana
pembangunan yang dikembangan oleh PNPM-MP dengan mengedepankan pola Musyawarah
berjenjang pada tingkat Dusun,Desa dan Kecamatan, begitu juga pola rencana
pembangunan regular Pemerintah dalam bentuk Musyawarah Rencana Pembangunan
(MUSRENBANG) berjenjang dan di integrasikan pada tingkat Kecamatan. Maka
kegiatan pembangunan tersebut dapat mencapai progress yang maksimal atau sesuai
dengan harapan semua pihak di perlukan kerja sama yang baik dan komunikasi yang
intens antar pelaku PNPM, pemerintah Desa dengan masyarakat,untuk membawa
kemajuan di masing-masing desa disuatu
kecamatan.@Q2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar