Minggu, 08 Februari 2015

QUOVADIS OTONOMI DAERAH DENGAN POLA INTEGRASI PEMBANGUNAN DI DALAM FORMULA RPJMDes






BY. KISMAN 2000


 KM. Walet Selatan
OTONOMI dimaknai sebagai suatu  pelimpahan,penyerahan dan atau pendelegasian sebahagian Kewenangan. Sedangkan Otonomi  Daerah adalah suatu pelimpahan sebahagian kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Sehingga pemerintah daerah berhak menjalankan kewenangannya untuk mengatur rumah tangga daerah sesuai hak otoritas yang diberikan melalui ketentuan UU No.22 Tahun 1999 yang telah disempurnakan ke dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang terakhir di rubah menjadi UU No. 1 Tahun 2015 masih mengatur hal yang sama yakni Otonomi Daerah.


Hak Otonom Daerah yang didelegasi melalui ketentuan tersebut merupakan bentuk perwujudan komitmen politik antara pemerintah pusat dan daerah yang terbangun secara massif akibat dari refleksi kondisi bangsa yang melatar- belakanginya, seperti terciptanya kondisi ketimpangan pembangunan , kekuasaan yang otoriter, penanganan masalah yang represif dan lainya bersifat SENTRALISTIK, untuk menjawab atas kondisi tersebut muncul semangat kolektif melakukan perubahan (REFORMASI) sebagai upaya bersama untuk melakukan penataan ulang atas kondisi yang tidak relefan dengan dinamika yang ada, sehingga Undang-undang Otonomi Daerah merupakan salah satu dari produk dari era Refomasi dengan menawarkan pola DESENTRALISASI dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam pandangan lain Otonomi Daerah juga dimaknai bentuk solusi alternative sebagai perekat hubungan antara pusat dengan daerah dari ancaman Disintegrasi bangsa dan bahkan tidak sedikit mencoba mencurigai bahwa Otonomi tersebut merupakan bentuk cuci tangan pihak pusat terhadap nasib daerah setelah sebagaian besar hasil kekayaan/potensi daerah tersedot kepusat, lebih khusus pada kurun waktu 32 tahun dinasti Suharto (era orde baru).

Semangat otonomi secara terus menerus bergelora, namun seiring perkembangannya muncul berbagai persoalan baik akibat dari kelambatan pelaksanaan amanat otonomi, keraguan atas efektifitas otonomi dan masih adanya kerinduan atas masa romantisme orde baru oleh sebagian elemen serta adanya upaya menciderai komitmen dan prinsip satu kesatuan dengan mencoba melakukan pemisahan dari dalam bingkai NKRI. Efektifitas pelaksanaan system otonomi daerah secara terus-menerus diukur melalui berbagai kegiatan pembangunan dalam bidang yang telah menjadi bagian yang didelegasikan, maka penyusunan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan menerapkan POLA INTEGRASI.

Upaya akselerasi pembangunan disegala bidang menjadi bagian yang konsern pemerintah melaksanakannya secara ideal termasuk mendesain pola, system dan sistim kegiatan pembangunan serta pembagian peran secara proporsional. Merubah paradigma, menentukan skala perioritas dan orientasi pembangunan yang berkelanjutan menjadi bentuk formula pembangunan yang diterapkan sekarang. Ruang keterlibatan masyarakat diberi porsi yang cukup sebagai bentuk pelaksanaan pembangunan partisipatif dengan mengembangkan pemberdayaan sebagai ruh kegiatan pembangunan dengan maksud penempatan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan sekaligus member jawaban atas kehendak merubah paradigma bahwa masyarkat tidak saja sebagai obyek pembangunan, tetapi penempatan masyarakat selain sebagai obyek sekaligus sebagai subyek pembangunan.

Pola peng-integrasi-an dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan menjadi bagian opsi yang dipilih untuk diterapkan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan pemanfatan serta pemeliharaan pembangunan dengan kolaborasi antara pemerintah bersama rakyat menjalankannya. Maka pemahaman tentang otonomi daerah harus berbasis pada Desa sehingga pelaksanaan tahapan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah berkolaborasi dengan masyarakat baik dalam bentuk kegiatan pembangunan Reguler dari pemerintah ataupun kegiatan pembangunan pemberdayaan/partisipasi dari masyarakat, sehingga kerangka acuan kegiatan pembangunan tersebut perlu dibuat dalam/disusun dalam dokumen kegiatan berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)

Desain pembangunan perlu disusun secara sistimatis dan terarah di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) pada masing-masing Desa dengan membagi dalam tahapan kegiatan Pembangunan jangka Pendek, jangka Menengah dan jangka Panjang. Fungsi RPJMDes sangat penting dibutuhkan karena keberadaannya sebagai panduan dalam menetapkan dan melaksanakan kegiatan pembangunan Desa, juga sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dikerjakan maupun  yang belum dikerjakan, baik dalam bentuk kegiatan program pembangunan regular pemerintah maupun kegiatan program pemberdayaan lainnya termasuk PNPM-MP. Model rencana pembangunan yang dikembangan oleh PNPM-MP dengan mengedepankan pola Musyawarah berjenjang pada tingkat Dusun,Desa dan Kecamatan, begitu juga pola rencana pembangunan regular Pemerintah dalam bentuk Musyawarah Rencana Pembangunan (MUSRENBANG) berjenjang dan di integrasikan pada tingkat Kecamatan. Maka kegiatan pembangunan tersebut dapat mencapai progress yang maksimal atau sesuai dengan harapan semua pihak di perlukan kerja sama yang baik dan komunikasi yang intens antar pelaku PNPM, pemerintah Desa dengan masyarakat,untuk membawa kemajuan  di masing-masing desa disuatu kecamatan.@Q2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar