oleh : KISMAN 2000
Secara
filsafat bahwa Manusia dalam eksistensi dirinya menggambarkan “AKU
ADA KARENA ADANYA AKU-AKU LAIN” maka maknanya adalah betapa manusia itu
merupakan mahluk yang bersifat SOSIAL (bermasyarakat/berkelompok/komuni) yang
memiliki saling ketergantungan dalam relasinya, sehingga Manusia tidak akan
bisa bertahan hidup tanpa adanya Manusia lain.
Sungguh
harapan ideal terciptanya kondisi keharmonisan tersebut adalah suatu keniscayaan.
Namun realitas cenderung memberikan gambaran yang justeru sangat kontradiktif,
banyak kejadian dibanyak wilayah yang membuat kondisi ketegangan social seperti
pecah Konflik Sosial, baik atas nama Suku, Ras dan Agama. Maupun dengan nama
dan motif lain yang memberi kesan sadis dan memilukan sudah begitu merebak
dibeberapa wilayah Indonesia, lebih khusus yang terjadi di Kabupaten Bima
belakangan ini. Atas kejadian tersebut tidak sedikit menimbulkan kerugian dalam
bentuk Materi dan Non Materi, berupa korban harta dan nyawa.
Beragam
pandangan tentang Kondisi masyarakat yang memiliki kecenderungan bersikap dan
bertindak mengarah pada bentuk Pertikaian, keributan, perselisihan dan pada
giliranya menjadi sebuah kondisi konflik. Ahmad Usman, M.Pd dalam pandangannya
mengatakan “bahwa masyarakat yang memiliki ciri dan corak seperti itu disebut “MASYARAKAT
ANOMALI” dengan menegaskan ciri dan bentuknya adalah masyarakat yang
mengalami loncatan budaya”. Berbagai variable yang mempengaruhinya telah
dipetakan melalui tahapan identifikasi secara cermat, salah satunya adalah
adanya bentuk penyesatan pemaknaan sebuah kebebasan, serta adanya pergeseran
nilai social yang dianut. Seperti Nilai Soslidaritas, Gotong Royong dan Rasa
Empaty yang disalah arahkan untuk dimanfaatkan dalam bentuk negative, sehingga
tidak disadari juga manakala adanya kebiasaan masyarakat yang dengan bangga
menceritakan kehebatan dalam hal yang berbentuk Negatif dan sekaligus dianggap
sebagai prestasi.
Senada
dengan hal tersebut diatas Kartini Kartono, dalam Patalogi
Sosialnya, memandang hal tersebut sebagai bentuk “DEVIASI SOSIAL” yaitu
dimana masyarakat berada dalam kondisi sakit secara Sosial. Secara mendasar
manusia memiliki Carakter dan Cultur yang cenderung libido penguasaan terhadap
comunni lainya menjadi dominan. Sehingga kesan yang dirasakan adalah manusia
menjadi cenderung sama dengan PREDATOR, bentuk gambaran perasaan
bebas dan Bar-bar-an serta terobsesi memberi kesan dan gambaran sama dengan
kondisi habitat Predator Sungai Amazon “Homo homoni lupus” manusia menjadi
pemangsa bagi manusia lainnya.
Meningkatnya
frekwensi kerawanan social adalah suatu realitas yang tak terbantahkan, olehnya
demikian membutuhkan cadangan potensi ketajaman pisau anailisa dalam ikhtiar
untuk merumuskan langkah pencegahan dan penanganan. Dalam rangka untuk
membangun kontruksi analisis, maka perlu dilakukan penempatan posisi konflik
sebagai bagian dari akibat sehingga focus telaahannya diarahkan pada upaya
penggalian sebab-sebab munculnya konflik sebagaimana teory problem solving.
Mengarus-utamakan potensi analisis mencari fariabel dominan yang mempengaruhi
dan mendorong timbulnya konflik, dari pada sekedar merumuskan pelabelan kondisi
masyarakat yang dihubungkan dengan kejadian atau peristiwa konflik yang
terjadi. Karena dengan merumuskan pengertian dan definisi secara ilmiah bukan
sebagai jawaban atas kondisi yang ada, betapapun kita menyadari bahwa hal itu
memang dibenarkan dan diperlukan.
Masyarakat
Anomali atau kondisi Deviasi yang kemudian disimpulkan sebagai bentuk kondisi
Patalogi Sosial, tetapi jika ditinjau dari sisi historys bahwa memang peradaban
manusia memiliki libido saling menguasai dan melakukan upaya penundukan manusia
yang satu terhadap yang lainnya. Seperti yang masih segar dalam ingatan kita,
terjadi saling serang masyarakat di Kecamatan Woha, Monta, Langgudu dan Belo
serta belahan lain yang sampai menjadi berita Nasional serta tak menutup
kemungkinan menjadi berita Internasional.
Begitu juga
dalam tinjauan secara empiric, bahwa adanya kecenderungan sekarang orang merasa
bangga menceritakan segala hal yang buruk seolah sebagai sebuah prestasi. Maka
tak heran lagi dilingkup relasi terungkap tanpa sadar maupun secara sadar
seseorang menceritakan pengalaman yang bersangkutan melakukan tindakan
kejahatan yang pernah dilakukannya dengan motif berharap adanya pengakuan dalam
komunitas tentang kehebatan dirinya dengan harapan mendapat pengakuan sebagai
Preman.
Fenomena
kondisi premanisme adalah gambaran kondisi yang tak jauh dari kita, tetapi hal
tersebut seolah menjadi nilai prestise tersendiri terhadap yang bersangkutan
dengan bermodalkan tampilan sangar dan celaka lagi kalau hal tersebut seolah
tak dianggap sebagai masalah, bahkan secara perlahan hal ini akan mendapat
pengakuan dan diposisikan sebagai sebuah profesi bonafit.
Tinjauan
histoys bahwa preman telah ada sejak peradaban manusia, dimana pada jaman nabi
saja keberadaan preman telah banyak mengambil peran. Seperti sosok UMAR
BIN KHATAB pada jaman Nabi Muhammad, Saw dengan gelaran SINGA
PADANG PASIR yang kemudian dinobatkan sebagai salah seorang sahabat
terdekat dan kemudian didaulah menjadi Khalifah untuk memimpin sutu negeri,
sampai sekarang pun kondisi ini berlangsung dan tidak sedikit para
pembesar/pejabat atau tokoh membutuhkan dampingan orang-orang seperti itu lalu
pada gilirannya cenderung menjadi biangnya.
Motif
dan modus kejadian konflik beragam, namun dapat digali lebih dalam lagi
ternyata relative dari hal-hal sepele dan modus Agresi yang bersifat massif
serta pola pengroyokan menjadi cara yang efektif untuk dilakukan dalam berbagai
kejadian konflik selama ini, lalu posisi hokum dipandang menjadi lemah,
terbukti banyak kejadian yang mengatas-namakan aksi massa hokum tidak berdaya
karena telah diperdayai, tetapi hampir
setiap kejadian relative dimotori oleh orang-orang begundal yang berperawakan
preman, maka fenomena ini membutuhkan cadangan energy banyak pihak karena
ancaman yang cukup besar bagi kehidupan social adalah jika suatu kejahatan
telah terbentuk dan dilaksanakan secara terorganisir dan mapan serta bersifat
sindikat, maka stelselnya sulit di identifikasi. @Q2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah dengan Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar